Aku adalah salah seorang anak pengurus DPP Partai, dan sering hilir mudik ke DPP membantu Bapak. Penampilanku sopan dan bersahaja, katanya ganteng dan murah senyum. Waktu keluar dari DPP Partai di daerah Mampang, aku berpapasan dengan serombongan akhwat yang akan menuju Monas untuk berkumpul berdemonstrasi.
Setelah semua persiapan selesai, aku naik bus way dan ternyata bertemu dengan rombongan tadi, yang berjumlah 5 orang, 1 orang murrobiyah dan 4 muttarobinya, sang murrobiyah berumur 45 tahunan tampang cukup dewasa, sambil membawa 2 orang anak. Ke empat muttarobi masing masing Rina, Ulva, Saskia dan Dila, mereka semua berpakaian panjang dengan jilbab sampai pantat. Mereka memakai jilbab yang berbeda-beda ada yang putih, ungu dan biru tampak anggun dan serasi dengan wajah manis mereka.
Rupanya di antara mereka yaitu murrobiyah nya mengenali wajahku, meski tidak kenal nama tapi menjadi awal yang baik untuk perkenalan.
Sang murrobi tersenyum tipis dan akau membalas dengan sopan. Sambil bengong aku memandangi ke empat remaja putri yang ayu dan anggun, sebenarnya aku tidak begitu tertarik ikut demonstrasi, tapi karena simpati ku terhadap kekejaman Israel, akhirnya aku memutuskan ikut, aku sendiri bukanlah anak yang taat beragama sebagaimana ikhwan Partai lainnya.
Mereka memakai jilbab yang berbeda-beda ada yang putih, ungu dan biru tampak anggun dan serasi dengan wajah manis mereka.
Rupanya di antara mereka yaitu murrobiyah nya mengenali wajahku, meski tidak kenal nama tapi menjadi awal yang baik untuk perkenalan.
Sang murrobi tersenyum tipis dan akau membalas dengan sopan. Sambil bengong aku memandangi ke empat remaja putri yang ayu dan anggun, sebenarnya aku tidak begitu tertarik ikut demonstrasi, tapi karena simpati ku terhadap kekejaman Israel, akhirnya aku memutuskan ikut, aku sendiri bukanlah anak yang taat beragama sebagaimana ikhwan Partai lainnya.
Meski jilbab menutup sampai ke bawah, keindahan tubuh ke empat akhwat itu tampak terlihat jelas, dengan kulit wajah yang senantiasa berseri tanpa meninggalkan kesan pemalu, dada yang menonjol dan pinggang yang membesar layaknya biola.
Mendekati pasar festival, seorang akhwat terpaksa berdiri karena ada ibu yang lebih tua masuk demikian juga aku ikut berdiri karena banyak penumpang lain berdatangan, kebanyakan ibu-ibu arisan dan anak-anak seumuran SMP dan SD.Kondisi bus jadi lumayan padat,aku dan akhwat tadi berdiri berdekatan bahkan akhirnya bersentuhan. Tak dapat tidak mataku tertuju pada bongkahan pantat akhwat yang sintal dan menggairahkan.
Si akhwat juga asyik berbicara dengan temannya yang duduk, aku memutuskan mengambil kesempatan untuk menempelkan tubuhku ke badannya, maklum goyangan bus mendukung niat jailku itu. Nyaman sekali ketika penisku menggesek pantatnya, si akhwat sepertinya maklum karena kondisi bus yang bergoyang dan sedang asyik ngobrol dengan temannya, tapi lama-kelamaaan dia menyadari ada batang penis yang menempel di belahan pantatnya, dia pun mulai terdiam, kesempatan ini aku ambil untuk membuka pembicaraan
dengan dia, "Mau ke mana mbak?", tanyaku. "Ke Monas ada munasyoroh" jawabnya, merdu sekali suaranya. "Maafya desek-desekan", kataku. Sejak dari pasfest aku sering menggesekkan penis ku ke pantatnya, nikmat sekali belahan pantat akhwat ini, empuk dan berisi, dia kadang tampak risi, tapi karena tahu kondisi dia diam saja, sesampainya HI kondisi macet total karena ratusan ribu massa Partais berkumpul di sana, setelah 30 menit menunggu kondisi tetap seperti semula, banyak suara sound system yang meraung keras. Aku makin berani menempelkan penisku dan tanganku mulai meraba pinggulnya, dia tampak menyadari hal tersebut namun karena malu dia diam saja, tanganku meremas pantatnya beberapa kali dan kadang turun ke paha, tanganku yang satunya berusaha menelusup lewat ketiaknya untuk menyentuh bukit indah di dadanya.Setelah sekitar 5 menit aku meremas pantatnya, akhwat itu tampak menikmati bercampur marah, dan kemudian membalikkan badannya sambil mendelik melotot.
Kemudian aku memanfaatkan kondisi itu untuk secepat kilat mengambil pisau di saku, dan menusuk ke perutnya. Si akhwat tampak kaget, sambil bertatapan aku berkata "diam". Kemudian kuambil tangannya dan ku tempelkan kepada penisku dan menuntunnya untuk membelainya, mau tak mau akhwat itu harus menuruti perintahku, kemudian ku keluarkan penisku dan tangan mungil itu kupaksa mengocok penisku, nikmat sekali rasanya. Mata kami terus bertatapan, dan lama kelamaan tampak sayu lah mata gadis itu. Tangan ku yang satu mulai bergerilya ke bagian payudara, dan meremas-remas dadanya. Karena posisi yang rapat orang di sekeliling tidak menyadari, dan hanya melihat-lihat keramaian di luar.
Di tengah keheningan kami, sang murrobiyah dari jauh berkata, "Ayo turun saja". Aku pun bersungut dan mengikuti mereka dan berbisik ke pada si akhwat yang kuketahui bernama Ulva, jangan bilang ke mereka. Ulvah hanya menunduk mungkin karena malu dan takut. Aku terus berbaur dengan mereka sambil ikut meneriakkan yel-yel.
Aku menempel Ulvah dan berada di paling belakang dari kami ber enam, mereka sibuk dengan aktivitasnya serta mengurusi kedua anak sang murrobiyah.
Aku mencairkan suasana dengan mengajak ngobrol ulvah tapi tidak dijawab,sepanjang perjalanan aku sering meremas pantat ulvah dan kalau kondisi berdesakan aku keluarkan penis untuk minta dikocok, suatu saat aku tidak tahan dan muncratlah air maniku ke luar, aku pun pura-pura bego dan tetap bersama mereka.
Ketika sampai di perkebunan Monas, aku paksa Ulvah untuk memisahkan diri, tentu saja dengan pisau ditodong ke balik jilbab ulvah. Aku mencari tempat di sebelah mushola di mana kondisi tidak terlihat siapapun, dan kembali memaksa ulvah untuk mengulum penisku dengan mulut mungilnya.
Setelah selesai aku kembali membaur, saat acara selesai kami pun pulang bersama…Di Bus Ulvah hanya diam dan tampak lelah, sebagaimana yang lain juga kelelahan. Sepanjang perjalanan penisku senantiasa menempel di belahan pantatnya….nikmat sekali pengalaman hari itu.
Sesampai di DPP aku hanya bertukar senyum dengan murrobiyah, aku berharap esok hari bertemu Ullvah lagi.
0 komentar:
Posting Komentar